Budaya literasi dapat ditumbuhkan dengan konsep pola bermain dirasa sangat pantas untuk diterapkan sejak dini, sebab anak zaman sekarang lebih condong dan lebih suka bermain dari pada berkunjung ke perpustakaan. Pola ini jika diterapkan juga memiliki dampak positif dalam menumbuhkan budaya literasi anak.
Bermain merupakan hak anak yang harus diperhatikan, berikan mereka kesempatan untuk bermain dan berkarya secara mandiri. Kita selaku orang tua hanya mempasilitasi dan membimbing ke arah penumbuhan karakter budi pekerti yang sesuai dengan norma-norma religi, orang tua tidak boleh memaksakan kehendaknya kepada anak, sebab anak juga memiliki tuntutan pada orang tua sebagai mana konsep lagu yang terpopuler dinyayikan oleh Nagita Slavina dan Nissa Sabyan dalam bahasa arab Athuna tufuulii yang artinya "beri kami masa kecil" Athuunassalaam "beri kami kedamaian" dengan demikian maka anak perlu kita berikan kesempatan yang seluas luasnya untuk mengisi masa kecilnya dengan bermain yang penuh dengan kedamaian.
Dari pola bermain kita selaku orang tua akan dapat mengetahui apa sih sesungguhnya kemampuan bakat dan keterampilan yang dimiliki oleh anak yang dapat dimanfaatkan sebagai media untuk memikat budaya literasi anak untuk gemar membaca, menulis maupun berhitung. Kita selaku orang tua tentunya harus peka dalam bertindak sehingga apa yang dihajatkan untuk menumbuhkan budaya literasi anak dapat tercapai dengan baik.
#SahabatKeluarga Perhatikan contoh kasus berikut ini seorang anak bernama Abdul Malik ketika orang tuanya menyuruh untuk membaca sebuah buku justru cenderung tidak mau untuk membaca, ketika ia disuruh untuk bermain petak umpat dengan temannya dia sangat doyan dan bahagia bahkan dia tidak kenal waktu dalam bermain yang penting keinginannya untuk bermain dapat terwujud, dipenghujung waktu akibat kelelahan bermain akhirnya dia diam terpaku dan langsung tidur. Saat bangun tidur ia kembali ingin bermain dengan permainan yang sama, namun karena temannya tidak ada momen inilah yang dimanfaatkan oleh orang tua yang bersangkutan untuk menajak anaknya untuk bermain sambil bercerita, menanyakan tata cara bermain petak umpat. Al hasil anak hanya bisa mempraktikkan caranya bermain dan ayahnya mengikuti apa yang diarakhkan oleh anaknya.
Pada suatu saat orang tua si Abdul malik memcoba untuk menerapkan pola bermain dalam menumbuhkan budaya literasi dengan cara bermain peran, orang menulis peran orang per orang dan lokasi ataui tempat yang diperbolehkan untuk bersembunyi termasuk tata cara bermain agar apa yang diharapkan dalam permainan tersebut berjalan sesuai rencana. Contoh alat peraga adalah tulisan tulisan yang mencakup nama benda, fungsi benda benda tersebut dan apa kegunaan dari benda tersebut termasuk pemberian nomor pada tempat tempat persembunyian yang sudah disiapkan dan memberikan catatan atauran pola bermain yang harus dipakai sehingga tidak salah dalam bermain.
Ternyata cara ini cukup memberikan efektif dalam meningkatkan budaya literasi anak, sebab dengan adanya batasan-batasan dan tulisan yang disediakan oleh orang tua justru membuat anak lebih senang membaca dulu sebelum malakukan aktifitas bermain, adanya nomor nomor yang disiapkan juga justru membuat anak lebih memperhatikan nomor atau angka yang dituliskan kemudian bertanya apa fungsi dari nama dan nomor nomor yang ditulis pada alat peraga permainan tersebut. Nah momen inilah yang digunakan oleh orang tua yang bersangkutan untuk menarik minat membaca dan berhitung anak sehingga anak tersebut tertarik untuk mengetahui tujuan dan pola permainan.
Dengan demikian maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa budaya literasi dapat ditumbuhkan dengan menerapkan konsep bermain dan bertanya pada anak sehingga anak tersebut merasa tertarik untuk mengathui maksud dan tujuan dari pola suatu permain yang sedang dimainkan tentunya dengan banyak banyak belajar membaca dan berhitung agar tidak salah dalam bermain peran atau bermain petak upat sebagaimana contoh kasus diatas.
Salam #LiterasiKeluarga
0 Komentar untuk "Menumbuhkan Budaya Literasi Dengan Konsep Bermain dan Bertanya"